Rabu, 28 September 2011

KISAH MANTAN TUKANG SAPU YANG MENJADI PRESIDEN


Usianya sudah 74 tahun, namun Michael Sata membawa harapan baru bagi rakyat Zambia. Tampil sebagai pemenang pemilu presiden, Sata bertekad mengangkat harkat rakyat di negeri kawasan selatan Afrika itu, yang kaya akan hasil bumi namun sebagian besar rakyatnya tetap melarat.

Kemenangan Sata juga membawa inspirasi bagi siapapun yang menaruh cita-cita setinggi langit. Sebelum sukses menjadi politisi, dan kini tampil sebagai presiden terpilih, Sata melakoni beragam profesi - mulai dari polisi, aktivis serikat, bahkan menjadi petugas kebersihan. Harian Inggris, The Telegraph, mengabarkan bahwa Sata rutin menyapu stasiun kereta Victoria di London tatkala menuntut ilmu di sana. 

Sata pun bermental baja. Kalah dari Presiden saat ini, Rupiah Banda, pada pemilu 2008 lalu, hanya dengan selisih 2 persen dari total jumlah suara, Sata tidak menyerah. Tak puas hanya menjadi pemimpin oposisi di parlemen, dia lalu maju lagi pada Pemilu 2011 dan kali ini hasilnya tidak sia-sia.

Menurut kantor berita Reuters, 23 September 2011, Mahkamah Agung mensahkan Sata sebagai pemenang pemilu pada Jumat pagi waktu setempat. Sata langsung dilantik pada hari itu juga.

Sata dikenal pendukungnya dengan julukan Raja Kobra, mengingat dia sangat kritis. Dia pun suka bicara ceplas-ceplos dan sering melontarkan lelucon. Politisi berusia 74 tahun itu terang-terangan menolak dominasi perusahaan-perusahaan tambang asing, terutama dari China, di negaranya. Dia juga tidak surut mengritik ketidakbecusan pemerintah saat ini dalam menata ekonomi dan menegakkan hukum.
Dalam suatu kampanye, Sata menyatakan dia bakal membersihkan Zambia dari sampah-sampah korupsi. Dia ingin membersihkan semua kotoran itu segiat saat dia masih menjadi tukang sapu di Stasiun Victoria, London.
Di masa muda, Sata pernah menimba ilmu politik di London. Namun, untuk memenuhi kebutuhan hidup, dia bekerja sebagai petugas kebersihan untuk perusahaan British Rail. Tidak disebutkan secara jelas berapa lama Sata merantau di Inggris dan di universitas mana dia belajar.

Menurut Voice of America, Sata juga pernah berkarir jadi petugas serikat dagang dan polisi sebelum masuk ke gelanggang politik di awal dekade 1960an. Ketika masih menjadi koloni Inggris, Zambia saat itu masih bernama Northern Rhodesia.

Karir Sata di politik pun meningkat. Dia sempat menjadi Menteri Kesehatan dan Menteri Tenaga Kerja sebelum akhirnya keluar dari partai yang berkuasa dan membentuk partai sendiri bernama Fron Patriotik.
Selain bertekad menegakkan hukum yang bersih, Sata pun berjanji tidak akan minum air kemasan hingga "semua rakyat Zambia punya hak yang sama atas akses air bersih." Janji itu dimuat dalam laman Partai Fron Patriotik yang dipimpin Sata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar